Saatnya Teknologi Tepat Guna diarahkan pada masyarakat desa
Laju pertumbuhan perekonomian desa begitu terasa semenjak adanya progam Pemerintah Pusat bahwa pembangunan dimulai dari pinggian/desa. Dengan ditetapkannya UU no 6 tahun tahun 2014 tentang desa maka desa desa diseluruh Indonesia bergeliat berlomba lomba meningkatkan pembangunan baik disektor perekonomian, infrastruktur, pembangunan Sumber daya Manusia serta lainnya. Pergerakan desa mulai dari desa sangat tertinggal menjadi tertinggal kemudian berubah menjadi berkembang dilanjutkan dengan maju sampai dengan menjadi desa yang mandiri tidak lepas peran dari Kepala Desa sebagai rider di desa oleh karenanya tugas kepala desa dalam rangka menyelenggaraka Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa serta melakukan pemberdayaan masyarakat desa harus dilaksanakan dengan secara maksimal. Data menunjukan desa di Jawa Timur pada tahun 2022 desa sangat tertinggal dan desa teringgal 0 % sedangkan desa berkembang 37.84 %, desa Maju 18.98% sedangkan Mandiri 113.77%. (sumber data Keputusan Kemendes PDTT Nomor 80 tahun 2022).
Pencapaian prestasi yang luar biasa tersebut tidak lepas dari usaha keras di berbagai lini baik pihak eksekutif, legeslait baik tingkat Provinsi, kabupaten , kecamatan khususnya Perangkat Desa serta Lembaga Lembaga desa dan masyarakat desa/elemen. Amanah UU Desa menjelaskan salah satu hal yang mewarnai peningkatan pembangunan desa adalah melalui pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna selain peningkatan pelayanan dasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif, dan peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat desa.
Teknologi tepat Guna dalam UU no. 6 tahun 2014 menjelaskan Teknologi Tepat guna menjadi prioritas dan menjadi kebutuhan masyarakat desa. Guna pengembangan dan pemanfaatan didanai oleh APBDes, APBD Kab/kota serta swadaya masyarakat termasuk bisa didukung dari Dana Desa, selama disepakati melalui musrenbangdes.
Dalam sambutan Pembukaan Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional ke XXIV di Lampung Menteri Desa PDTT Dr.Drs Halim Iskandar.MPd mengatakan bahwa Teknologi tepat Guna ini penting bahkaan di UU Desa disebutkan sebanyak 4 kali , maka dengan Teknologi Tepat Guna menjadi kereta kemandirian Desa. Desa tidak usah ragu memanfaatkan APBdes atau Dana Desa untuk pengembangan Teknologi Tepat Guna (7 Juni 2023). Dalam rangka menerapkan pembangunan berkelanjutan di desa maka TTG menjadi indikator prinsip prinsip SDGs pada ke 9 Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai kebutuhan
Teknologi Tepat Guna yang selanjutnya disebut TTG adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Inovasi TTG adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada kedalam produk atau proses produksi
Sementara itu Teknologi ramah lingkungan merupakan sebuah konsep atau metode untuk mencapai tujuan tertentu, dimana dalam pelaksanaannya mengacu pada wawasan lingkungan atau memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan di sekitarnya. Dari pengertian tersebut telah mengilhami lahirnya bermacam-macam teknologi terapan, yang aman sekaligus bersahabat dengan makhluk hidup di Bumi ataupun dengan lingkungan alam di sekitarnya.
seperti yang telah dilakukan oleh Susanto tani desa Gandu Kec Bagor Kab. Nganjuk misalnya dengan menemukan inovasi teknologi tepat guna Solusi Pembasmi Rumput Ramah Lingkungan (SEMPATI) adalah bertujuan untuk memudahkan petani dalam menanggulani masalah rumput pengganggu padi disaat mau penggarapan lahan. Organisme pengganggu tanaman atau disebut OPT bila salah dalam menangani akan menyulitkan petani dalam bercocok tanam, akan merusak biologi tanah yaitu merusak zat perekat tanah yang nanti lama kelamaan akan menimbulkan kelongsoran. Begitu juga masalah gangguan tikus, hal ini jika tidak dicarikan solusi yang solutif akan selalu menggaggu pertanian. Tidak jarang petani gagal panen hanya karena masalah tikus, masalah rumput liar, dan gangguan gulma lainnya.
Harus diakui bahwa untuk bisa mendapatkan teknologi ini dibutuhkan biaya yang cukup bila dibandingkan dengan membeli peralatan dengan teknologi konvensional. Kondisi tersebut tentu menjadi tantangan bagi para pengembang untuk menciptakan teknologi yang ramah akan lingkungan namun juga terjangkau harganya (murah).
Masalah biaya menurut para pemangku kepentingan di lingkungan pemerintah Jawa Timur itu merupakan hal yang wajar bukankan Provinsi Jawa Timur menerapkan falsafah "jer basuki mowo beyo" setiap ada aksi perlu pembiayaan yang cukup asal aksi tersebut memiliki kemanfaatan bagi masyarakat banyak.
Teknologi tepat guna yang dirancang oleh lelompok masyarakat Nganjuk ini telah memiliki nilai positif yaitu pernah dicoba di negara tetangga dan siap untuk memperbanyak guna peningkatan pendapatan petani di negara tetanga. Nilai lebih inilah yang diharapkan oleh Gubernur Jawa Timur selain peningkatan hasil pertanian juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat secara makro.
Pertanian dengan pemanfaatan sumber daya lokal secara intensif dengan sedikit atau tidak menggunakan input luar merupakan sebuah metode dalam usaha tani yang sering disebut sebagai budidaya pertanian organik artinya dalam metode pertanian tersebut tidak lagi menggunakan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida kimia. Metode pertanian ini diharapkan tidak merusak lingkungan namun dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas produk yang tinggi.
Pertanian ramah lingkungan memiliki konsep keberlanjutan yang diharapkan mampu menghasilkan produktivitas pertanian yang tinggi sebagai sistem pertanian berbasis ekologi. Mengutip perkataan Sumarno, Husnain menjelaskan ada 4 komponen ciri pertanian ramah lingkungan yaitu: (1) mitigasi degradasi lahan dilakukan dengan pengendalian erosi dan aliran permukaan, (2) usaha tani tersebut bebas dari cemaran polutan dari luar, (3) rendah emisi gas rumah kaca dan (4) hasil pertanian organik yang bebas dari residu aman dikonsumsi. (Husnain, Nursyamsi, D., 2012).
Pertanian ramah lingkungan merupakan teknik pertanian yang sederhana karena dalam pelaksanaannya menggunakan mikro organisme yang menguntungkan di dalam tanah agar tanah lebih seimbang sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Secara sederhana, teknologi ramah lingkungan diciptakan untuk memudahkan kehidupan manusia tanpa perlu merusak atau memberikan dampak negatif pada lingkungan disekitarnya. Teknologi seperti ini diharapkan mampu menjaga lingkungan, misalnya dalam alat-alat teknologi ramah lingkungan tersebut tidak menggunakan polutan, serta pada akhirnya dapat memberikan penanganan yang tepat terhadap limbah-limbah yang mungkin dihasilkan dari alat-alat teknologi ramah lingkungan tersebut. Enam prinsip dasar yang diterapkan pada konsep teknologi ramah lingkungan, yaitu: Refine, yang berarti menggunakan bahan yang ramah lingkungan serta melalui proses yang lebih aman dari teknologi sebelumnya. Reduce, yang berarti mengurangi jumlah limbah dengan cara mengoptimalkan penggunaan bahan. Reuse, yang berarti memakai kembali bahan-bahan yang tidak terpakai atau sudah berupa limbah dan diproses dengan cara yang berbeda. Recycle, yang berarti hampir sama dengan reuse, hanya saja recycle menggunakan kembali bahan-bahan atau limbah dan diproses dengan cara yang sama. Recovery, yang berarti pemanfaatan material tertentu dari limbah untuk diproses demi keperluan yang lain. dan Retrieve Energy, yang berarti penghematan energi dalam suatu proses produksi.
Singkatnya, teknologi ramah lingkungan: bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dari kerusakan akibat teknologi yang tidak ramah lingkungan, mengurangi terbentuknya limbah yang mencemari lingkungan, mengubah barang-barang yang tak berguna menjadi produk yang bermanfaat untuk manusia, serta berbagai kebutuhan manusia bisa terpenuhi dengan lebih mudah
Secara konseptual teknologi ramah lingkungan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan sehari-hari, diantaranya teknologi ramah lingkungan sangat efektif dan efisien dalam hal pemanfaatan sumber daya alam, sehingga lingkungan pun dapat tetap terjaga dengan baik. Teknologi ramah lingkungan dapat mengurangi jumlah limbah agar tidak berlebihan, sehingga bisa mencegah pencemaran lingkungan. Teknologi ramah lingkungan mengurangi risiko penurunan kondisi kesehatan makhluk hidup, khususnya manusia. Teknologi ramah lingkungan dapat menekan biaya produksi (hemat) dengan memanfaatkan sumber daya alam sebagai bagian dari teknologi yang mampu menghemat biaya. Contohnya adalah pemanfaatan listrik tenaga surya yang hanya mengandalkan energi matahari tanpa dipungut biaya.
Transfer teknologi telah dikenal sebagai sarana untuk memajukan kemampuan teknologi.Berbagai organisasi di seluruh dunia telah terlibat dalam program transfer
teknologi.Program teknologi transfer, baik antar negara maupun domestik dilakukan oleh negara-negara maju maupun oleh negara berkembang dengan melibatkan instansi pemerintah, universitas dan bisnis (Triple Helix), bahkan media dan komunitas (Penta Helix) dalam upaya peningkatan teknologi (Hidayat dkk, 2018; Handoko,
2016).
Memberdayakan Teknologi Ramah Lingkungan melalui Program Alih Teknologi Guna memberdayakan Teknologi Ramah lingkungan melalui program alih teknologi, maka perlu dibangun model kontemporer transfer pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan yang berkelanjutan bagi kelompok masyarakat secara comprehensive dan robust. Karena dengan membangun model tersebut kita akan dapat mengidentifikasi faktor-faktor utama yang dapat menyebabkan keberlanjutan transfer pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan,dampaknya dan bagaimana factor-faktortersebut saling terkait.
Memberikan dukungan teoritis dan empiris bagi faktor faktor kunci program alih teknologi ramah lingkungans angatlah penting .Hasilnya dapat diproyeksikan untuk menjadi paradigma alternatif atas pendekatan transfer teknologi konvensional.
Dengan membangun faktor faktor utama dari model dengan cermat dan teliti (rigorous). Teori-teori yang mendasari faktor kunci untuk membangun gree technology transfer diekstraksi dari literatur yang relevan yang tersedia dan dari temuan temuan hasil penelitian penulis sebelumnya yang dibangun secara empiris. Konstruksi model teoritis konseptual dianalisis berdasar kesesuaian model dengan konsep suatu sistem yang terdiri dari input -transformasi- out put/out come.
Teknologi memegang peranan yang sangat penting .Peran mereka sebagai agen teknologi dan penerima teknologi akan memberikan dampak pada proses berikutnya, yaitu saat melakukan alih pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan, yang mana agen teknologi dan penerima teknologi ini berperan menentukan apa atau materi apa
yang akan mereka transferkan kepada penerima teknologi.
Model alih teknologi ramah lingkungan ini menjawa kebutuhan masyarakat dinegara berkembang akan alih pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan yang masih tidak diketahui atau black box. Alih teknologi yang selama ini dimunculkan adalah tentang alih teknologi konvensional yang disediakan oleh agen teknologi yang tidak memfasilitasi alih pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan. Model ini menutup knowlege gegap yang serius tentang keberhasilan alih teknologi ramah lingkungan.Yang mana hal ini menyebabkan proses green knowled geand technology transfer yang diharapkan mampu memperkuat daya saing masyarakat usaha secara global yang diproyeksikan mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dengan arah yang tepatdan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
Potensi klompok tani dan UKM yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Desa (BumDes) di Jawa Timur dipandang penting dalam hal inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam banyak kesempatan, pemerintah khususnya pemerintah daerah seringkali menyatakan betapa pentingnya UKM dan kelompok tani atau sejenisnya yang tergabung dalam BumDes karena memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja, dan merupakan sumber pertumbuhan ekonomi. Bahkan, selama krisis ekonomi Asia tahun1997/1998,UKM menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi krisis ekonomi dibandingkan dengan perusahaan besar karena fleksibilitas mereka dalam menyesuaikan diri baik dalam proses produksi maupun dalam menyikapi permintaan pasar yang terus berubah,meskipun dalam kondisi perubahan ekonomi yang cepat. Namun, dilain sisi, para kelompok masyarakat, UKM memang harus bersaing dipasar perdagangan baik regional dan internasional.
Dimana dalam lingkungan ini, penyesuaian atau peningkatan teknologi dituntut lebih cepat, karena persaingan yang ketat.Teknologi dibutuhkan untukmencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Apalagi kesadaran global terhadap teknologi ramah lingkungan harus dapat diantisipasi oleh UKM dalam proses bisnis mereka. Hal ini tentu akan memaksa para kelompok masyarakat, UKM tersebut untuk menjalankan produk bersih, mulai dari bahan baku, proses, hingga luaran produk, bahkan dampak pada lingkungan. Halini tentu akan memaksa para kelompok masyarakat UKM untuk menerima pihak luar sebagai mentor alih teknologi ramah lingkungan mengingat keterbatasan para kelompok masyarakat serta UKM dalam pengembangan secara mandiri. (Penulis : SUSANA HARIJANI, SH, MSi, Analis Kebijakan Ahli Muda).