Posyantek Pusaka Madura, Kabupaten Sumenep


 


Terdapat di Desa Pakandangan Sangra, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Posyantek Pusaka Madura merupakan wadah bagi pe tani kelor yang terkelompok dalam pokmas-pokmas sebagai pemanfaat tanaman kelor. Ahmad Nur di, Ketua Posyantek Pusaka Ma dura mengatakan bahwa melihat potensi yang luar biasa dari tenaman kelor.


“Terlebih karena ternyata di Kecamatan Bluto ini tanaman kelor begitu melimpah, diduga ada sepuluh juta pohon kelor tersebar di sini. Melihat potensi tersebut mengapa tidak kami manfaatkan saja potensi yang ada,” ungkap Nurdi.


Posyantek Pusaka Madura terbentuk pada 2013 mendapat perhatian dan dibina oleh Bapemas Kabupaten. “Pada akhir 2013 meng ajukan diri dalam lomba tingkat provinsi dan kemudian naik menjadi Posyantek Terbaik Provinsi Jawa Timur dan mengikuti di ge laran TTG di Aceh,” kata Nurdi.


Nurdi menjelaskan Posyantek Pusaka Madura memiliki anggota sebayak 20 orang dan pengurus 5 orang, merupakan petani kelor yang dalam aktivitasnya sudah ada pemetaan untuk wilayah pemanfaatannya. Petani kelor yang menjadi anggota Posyantek adalah warga dari 5 desa, antara lain Desa Kapedi, Desa Pekandangan barat, Desa Pekandangan Tengah, Desa Aengdake dan Desa Aengbaja.


Berbicara mengenai tanaman kelor, Nurdi mengatakan pada dasarnya tanaman kelor bermanfaat sebagai sumber nutrisi. Dalam pembagiannya, seperti misalnya bunga kelor bermanfaat untuk campuran teh, yang baik untuk tenggorokan. Sedangkan buah kelor untuk bahan penjernih dan bahan kosmestik, serta biji kelor bisa diambil minyaknya untuk kosmestik dan pembersih jam tangan.


Nurdi menambahkan, tanaman kelor jika dilihat begitu saja nampak tidak memiliki manfaat, na mun ternyata seluruh bagian-nya bisa dimanfaatkan. “Nah, mu-lanya ada teman yang memancing saya, diperkenalkan jika tanaman kelor ini penuh manfaat akhirnya saya tertarik juga untuk mengem-bangkan di sini, sedangkan dia sedang mengembangkan di Blora Jawa Tengah. Dan berjalan hingga saat ini,” jelas Nurdi.


“Kebetulan juga pada suatu saat Bupati Sumenep melakukan per jalanan ke luar negeri ternyata ada permintaan kelor, kebetulan pada saat itu saya sudah mengelo-la dan dibawa ke sini. Itu meru-pakan permulaan produk kami bisa menembus pasar luar negeri, kami sangat senang,” ungkap Nur-di bangga.


“Saat ini yang dikirim ke jer-man berupa tepung dan masih be rupa daun kelor, kebanyakan akhir-akhir ini yang semakin dilirik adalah biji kelor,” tambahnya.


Nurdi mengatakan untuk potensi tanaman kelor di Indonesia ini cukup baik dan perlu disosialisasikan lebih lanjut. Untuk pasar luar negeri pun berkembang cukup potensial. Permintaan dari Cina mencapai 10 ton per bulan untuk tanaman kelor kondisi kering. “Selain Cina juga ada permintaan dari Denmark dan sedikit dari In-dia, karena memang di India juga sudah terdapat tanaman ini,” kata Nurdi.


Dalam penjualan produk ber-bahan dasar tanaman kelor ini antara lain dalam bentuk serbuk per ons (100 gram) dibanderol seharga 20 ribu rupiah. Untuk produk berupa tepung per kilonya adalah 100 ribu rupiah, biasanya diguna-kan untuk bahan pembuat mi, krupuk, serta bubur bayi.


Untuk produk berupa mi, per kemasan 150 gram seharga 5 ribu rupiah, krupuk 85 gram matang 5 ribu rupiah, sedangkan yang mentah 500 gram 12.500 rupiah. “Penjualan di Kabupaten Sumenep tersebar di galeri oleh-oleh, menjangkau Sidoarjo juga. Di Madura sendiri ada di Bangkalan, Sampang, Pamekasan sudah merata meskipun tidak banyak,” papar Nurdi.


Posyantek Pusaka Madura mela kukan proses produksi setiap ha ri, membutuhkan 1 ton tanaman kelor setiap bulannya. Dalam sekali produksi biasanya menghasilkan 600 kilo berupa tepung kelor. Limbah kelor yang dihasilkan pun tidak dibuang begitu saja hingga mencemari lingkungan namun diolah dan dimanfaatakn sebagai pupuk dan pakan ternak.


Selain tanaman kelor yang tidak kalah potensial untuk dilirik dan dikembangkan adalah tanaman cabe jamu. Posyantek Pusaka Madura kini juga mengembangkan produk dengan memanfaatkan tanaman cabe tamu yang juga melimpah di Kabupaten Sumenep. Per kilo cabe jamu bisa mencapai 95 ribu rupiah, banyak dikirim ke luar juga berupa gelondongan.


“Oleh karenanya, terpikir oleh kami bagaimana ini bisa diolah agar lebih memiliki nilai jual lebih tinggi, karena sempat mengalami penurunan harga, anjlok pada tahun 1980an, bahkan harga tidak stabil pada tahun 2000an. Akhirnya kami mencoba mengelola cabe jamu sebagai bahan racikan kopi,” cerita Nurdi.


Harga cabe jamu kini mencapai 75 ribu rupiah per kilonya, permintaan paling banyak adalah ke Singapura dan India. Sedangkan untuk produk yang sudah berupa kopi, setiap kemasan 100 gram dibanderol harga sebesar 25 ribu rupiah.


Meskipun mulai bermunculan kompetitor di daerah lain, Nurdi mengaku tetap optimis untuk berkembang. Melihat potensi yang ada ini, khususnya tanaman kelor, Posyantek Pusaka Madura sedang mengusahakan pengajuan permohonan bantuan untuk alat pengering tenaga surya agar bisa menekan biaya produksi.


Selama ini yang digunakan adalah alat pengering tenaga listrik yang dirasa terlalu besar untuk kebutuhan listriknya. “Tanaman kelor ini tidak bisa dikeringkan dengan langsung dijemur di bawah sinar matahari, butuh alat pengering agar kandungan klorofil tidak rusak akibat proses pengeringan,” tutup Nurdi. (hpy)

Tags
Tidak ada tags