Poktan Penderes Gula Kelapa Banyuwangi



Kami sudah lama meninggalkan campuran sulfit. Karena ternyata, yang nonsulfit justru mempunyai keistimewaan dalam hasil bagi kami,” kata Gde Parsa Susila, Ketua Kelompok Tani Penderes Gula Kelapa, Dusun Belibis, Desa Patoman, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, pada Gema Desa, belum lama ini.


 


Menurut Gde Parsa, bertani dengan gula kepala nonsolfit lebih menguntungkan ketimbang gula kelapa sulfit. Sebab, pemasaran gula nonsulfit lebih mudah ketimbang gula sulfit. Gede mengaku, saat ini dalam tiap minggu dia bisa memasok gula nonsulfit ke PT Indofood hingga 10 ton. “Penjualan gula nonsulfit harganya stabil dan cenderung naik terus,” ungkap Gede.


Menurut lelaki kelahiran 31 Juli 1976 ini, harga gula sulfit di pasaran, kini berkisar 7.500 hingga Rp 8.000 per kilogram. “Kalau harga gula nonsulfit harganya lebih mahal, yakni mencapai Rp 9.800. Harga itu stabil dan tidak tergantung musim,” tambahnya.


Ada perbedaan antara gula kelapa sulfit dan nonsulfit. Yang sulfit, berwarna coklat kekuning-kuningan dan tampak bening. Sedang gula kelapa nonsulfit, tampak agak kecoklat-coklatan. Inilah yang dulu dikenal sebagai gula bathok, karena media cetakannya menggunakan tempurung kelapa.


Karena justru yang nonsult lebih menggairahkan dalam harga, maka para petani di desa tersebut kini sama sekali tidak menggunakan sulfit. Dengan harga yang menggairahkan, petanipun akhirnya lebih sejahtera. Untuk meningkatkan kesejahteraan, petani dituntut meningkatkan produksi.


“Pasar sudah ada yang menerima hasil usaha petani penderes gula. Tugas para petani penderes sekarang hanya meningkatkan produksi,” kata Gde Parsa Susila, yang juga seorang success story petani gula nonsulfit di Kota Gandrung.


Desa Patoman juga pernah meraih Pro-Poor Award tahun 2012, karena jerih payah para petani kelompok tani tersebut yang mencapai 50 anggota. Masing-masing petani memiliki 40 hingga 50 pohon kelapa, yang mencapai ketinggian 25 meter. “Pohon yang paling tinggi, justru lebih baik dan menghasilkan nira dengan kadar gula lebih baik,” tutur Sutomo (37), bendahara kelompok tani tersebut.


Pasar produksi gula kelapa nonsulfit di Banyuwangi, memang semakin diminati pasar. Pihak PT Indofood sebagai produsen memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada petani Banyuwangi untuk memasok hasil produksi gula merah nonsulfit terbanyak tanpa batas. Saat ini, produksi gula merah nonsulfit Banyuwangi sekitar 1.344 ton setahun. Produksi gula nonsulfit itu 100 persen terserap untuk ke butuhan industri makanan PT Indofood. Kesempatan pasar yang luas itu, patut dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan produksi gula kelapa nonsulfit.

Seperti diketahui, pasokan yang masuk ke PT Indofood dari Banyuwangi selama ini belum memenuhi satu persen kebutuhan gula merah nonsulfit PT Indofood.
Karena itu, mulai tahun 2013 pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggencarkan sejumlah pelatihan dan pendampingan bagi penderes. Melalui pelatihan itu, diharapkan para penderes bisa meningkatkan produksi gula kelapa nonsulfit. Petani gula kelapa, harus bangkit dan mandiri. Selama ini, para petani gula kepala tidak bisa mandiri karena ada ketergantungan dengan pihak tengkulak.


Ketergantungan dengan tengkulak terjadi karena petani terbentur permodalan. Untuk menyelesaikan persoalan itu, pemerintah daerah memfasilitasi para petani gula terhadap perbankan dalam mengakses modal. Selain dengan perbankan, pemerintah daerah juga akan memfasilitasi para petani gula dengan PT Jamsostek untuk mendapat cover asuransi perlindungan sosial. Penderes termasuk profesi yang memiliki risiko kerja cukup tinggi. Karena itu, dalam melaksanakan aktivitas produksi, petani gula kelapa dan penderes harus memiliki cover asuransi. Inilah yang menjadi gagasan pihak Pemkab Banyuwangi.


Kebetulan, para petani penderes di Desa Patoman sudah menjadi anggota Jamsostek. Sehingga, ada jaminan asuransi yang menjadikan aktivitas mereka berjalan dengan lancar dan tenang.


“Berapa pun jumlahnya, PT Indofood siap menerima pasokan gula kelapa nonsulfit dari Banyuwangi,” kata Bupati Abdullah Azwar Anas, seperti ditirukan Gde Parsa Susila. Ketika itu, ia mengikuti pelatihan “Peningkatan Kualitas Produksi Gula Nonsulfit bagi Penderes dan Industri Kecil Menengah (IKM)” di Hotel Mahkota Plengkung, yang dihadiri Bupati Banyuwangi. (yad)

Tags
Tidak ada tags